Yogyakarta, 1 Mei 2016
Lampu-lampu kota tetap menyala
terang. Menerangi jalanan yang ramai akan pengendara motor, mobil, becak,
sepeda, bahkan pejalan kaki. Semakin malam udara semakin menusuk tulang.
Kuurungkan niat untuk mengenakan jaket kali ini. Hanya kemeja lengan panjang.
Kutancap gas sejak pukul 16.00
tadi. Pergi menuju suatu tempat. Air mataku menetes begitu saja. Diriku seketika
rasanya sangat rapuh dan hancur berkeping-keping. Panas sekali tubuh ini. Aku benci hari ini! Aku benci apa yang aku
rasakan sekarang! Motor kupacu dengan kecepatan 60 km/jam. Sungguh ingin
rasanya kubanting diriku terhadap mobil yang ada di depan, atau di sampingku. Lucu
sekali rasanya tahu-tahu menitihkan air mata. Bodohnya diri ini tidak bisa
mengatur emosi.
Beberapa jam setelahnya, aku
merasa lebih baik. Lebih damai. Lebih mentolerir apa yang telah terjadi. Dan lebih
legowo. Kejadian itu membuat nafasku
tersengal. Membuat pernafasanku tidak lancar. Membuatku sakit. Berada di liar
rumah membuatku jauh lebih baik.
Mala mini, perjalanan pulang
menuju rumah kuputuskan untuk menikmati keadaan jalanan. Menikmati deru
kendaraan-kendaraan yang dipacu. Menikmati hembusan angin malam pada kemeja
tipisku. Menikmati lantunan lagu dari headset
yang aku pasang. Menikmati mala mini. Sendiri. Dan aku menyadari. Semuanya
begitu indah. Tidak ada yang kurang aatu lebih. Untukku, semuanya pas. Semuanya
membaur menjadi satu.
Aku menerimanya. Dan aku tidak
apa-apa.