Saturday, November 13, 2010

Eyes That Saw Death

Mei 1999
aku hanya gadis kecil yang ingin menjadi dewasa yang normal.  Aku hanya gadis kecil yang  tak tahu apa-apa tentang kematian. Apapun itu….. itu sangat menakutkan. Umurku masih 9 tahun dan gue gadis yang cantik, namun ada sesuatu yang aneh dalam diriku. Sesuatu yang sering kulihat namun tak kemengerti. Sesuatu yang selalu membuatku ketakutan setengah mati. Awalnya aku hanya bersikap biasa, bersikap seadanya karena inilah diriku. Namun, tanda-tanda itu ternyata dapat kulihat dan kurasakan. Aku melihat kematian seseorang.Ingin rasanya aku menceritakan kisahku terdahulu.Namun, itu sangat mengerikan. Aku bahkan tak mau mengungingatnya. Mengingat semua kejadian yang kini membuat diriku merasa aneh. Saat aku ingin membuang serpihan-serpihan kenangan itu, itu justru membuat kenangan itu semakin tebal dan tak dapat kuhapus. Kejadian dimana semua keluargaku dibantai habis-habisan, sampai tak tersisa satu orangpun hanya aku yang masih berumur 8 tahun. Kejadian itu membuatku depresi selama dua tahun. Hampir suatu waktu aku ingin terjun dari gedung lantai 4 dan kemudian mati!. Tapi saat aku akan melakukannya, pasti ada sesorang yang menghalangiku.Pernah suatu hal aku sedang menaiki tangga yang cukup tinggi, ekspresiku datar dan mungkin terlihat muram dan pasrah. Sesorang melewatiku dan dia berhenti kemudian menatapku aneh. Tanpa kusadari dia mengikutiku dan mengamatiku. Kini aku sudah di atap gedung lantai 3, aku melangkah ketepi dan siap untuk menerjunkan tubuh ini. fikiranku kosong, yang aku fikirkan adalah lepas dari depresiku dan membuang semua kenanganku. Namun, saat setengah kucondongkan tubuh ini sebuah tangan melingkari pinggangku dan menarikku ketengah. dia adalah sesorang yang melewatiku saat ditangga tadi, sosok cowok yang menurutku dia juga sedang depresi, wajahnya muram tapi berseri-seri, rambut yang acak-acakan dan hanya mengenakan baju putih ipis dan celana jins. Dia menatapku tajam penuh dengan kemarahan. Banyak kata-kata yang dia keluarkan namun tak kumengerti. Aku menutup mataku dan membukanya dengan pelan, tiba-tiba tatapanku kosong dan gelap dan sedetik kemudian semuanya terang seperti normal. Kukira!. Tetapi tidak normal yang aku fikirkan, waktu berjalan sangat pelan dan lamban. Benar-benar lambat, bahkan aku bisa melihat sosok cowok dihadapanku dangan jelas, hidungnya yang mancung, matanya yang penuh dengan kemarahan. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Aku menatap kearah bawa gedung, ada Bis yang menurutku aneh. Bis itu besar penuh dengan gambar bunga, sepertinya bis itu adalah bis luar kota.Tiba-tiba semuanya hilang, waktu berjalan dengan normal kembali, dan bi situ juga lenyap seketika. Cowok dihadapanku yang kira-kira lebih tua 4 tahun dariku berhenti mengoceh, mungkin sudah sadar bahwa dari tadi aku tak mendengarkannya. Dia menarik lenganku dan pergi dari atap  gedung. Gedung itu adalah salah satu mall di kota Bandung, saat itu mall itu sepi dan ada kabar burung bahwa mall itu  akan ditutup karena bangkrut. Hanya butuh lima belas menit saja aku dan cowok itu sudah ada di lantai dasar. Dan saat mau menyebrang, aku menghentikan langkahku. Cowok itu menatapku lagi, dan terus menarik lenganku, tapi aku tetap menolaknya. “ayolah!” ucap cowok itu, “jalanan sepi” sambungnya. Aku terrenyak kaget, mataku melihat banyak kendaraan yang lewat bahkan banyak, tapi dia tidak melihatnya?. Waktu itu aku aku seakan menjadi gila, gila sungguhan. Depresiku ternyata sudah parah dan tak dapat di sembuhnkan. Cowok itu meninggalkanku yang lemah dan rapuh untuk mengambil motor yang terparkir disebrang.Aku melihat bis itu, bis yang sudah kulihat sebelumnya, bagroud gambar bunga. Bis itu melaju dengan cepat. Dan waktu bersamaan cowok itu menyebrang.BRAK!!Aku yang terduduk lemah terenyah kaget, bola mataku berputar untuk melihat dengan jelas dan semuanya ini benar terjadi atau hanya ilusi yang membuatku semakin gila. Sekurumunan orang-orang berlari kearah cowok yang terlempar beberapa meter dengan penuh darah pada tubunya. Dan Bis itu sudah tak terlihat, bis itu melariakan diri. Dan kalau benar ini sungguhan bukan ilusi ku maka kecelakaan ini adalah tabrak lagi. tapi aku belum percaya ini sungguhan.Tapi semua itu memang sunggguhan, cowok itu meninggal saat itu juga. Darah yang mengalir deras dari tubuhnya berserakan di aspal jalan. Bahkan aku belum tau namanya.Setelah itu, aku baru menyadari. Kalau aku bisa melihat kematian. Hal itu sudah dari dulu dan tertanam di ditubuhku. Semuanya suram untukku, aku bahkan masih kecil. kematian seluruh keluargaku sudah kulihat sebelumnya, tapi tak sedikitpun aku menceritakannya pada mereka dan membiarkan mereka terbunuh. Semua yang ada didekatku pasti akan mati!.14 september 2010. 23.00Ruangan yang cukup besar untuk sebuah ruang keluarga. Mernak-mernik yang menghiasi meja dan dinding menjadikan suasana begitu indah dan nyaman. Lantai yang bersih dan harum seakan berseduh di taman yang penuh dengan bunga. TV di meja yang agak besar kini sedang menayangkan sebuah fil horror yang membuat ketegangan para penonton. Lampu yang di sengaja di padamkan membuat Susana begitu menyeramkan ditambah lagi suara-suara yang bersumber dari film itu. Dani, Arin, Faiz dan aku sengaja di undang Sely untuk menginap di rumahnyanya. Kami bersahabat cukup lama, hari ini orang tua Sely pergi keluar kota untuk mengatasi masalah pekerjaan yang harus diselesaikan secepatnya. Sely paling penakut diantara kita. Walau sebenarnya kita juga penakut, apalagi denganku.“aaargggghhhhh……!!” teriak semua saat melihat penampakan yang menyeramkan yang dipamparkan di film. Film yang kami tonton adalaah film yang sangat menyeramkan. Bulu kudu kami mungkin berdiri semua dan ketegangan untuk menonton film. Selalu seperti itu, selalu terdengar teriakan saat penampakann di film terlihat. Dan saat bersamaan suara tawa yang kecil pun terdengar, suara yang begitu lirih dan sulit untuk didengarkan dengan jelas.“guys kalian dengar sesuatu?” tanyaku pada semuanya. Dani, Arin, Faiz dan Sely menoleh padaku dan terlihat binggung sebenarnya sedikit marah gara-gara diganggu saat nonton.“mendengar teriakan nyaring? Ya. Gue dengar.” Komentar Dani dengan nada kentusnya. Dan semuanya menyutujui pendapat Dani dengan mengangukan kepala.“bukan… bukan teriakan, tapi semacam…” aku ragu mengatakannya, tapi aku tetap mengatakannya.”… tawa!”. Semuanya terlihat lebih binggung dari sebelumnya, ketakutanpun muncul perlahan-lahan. “lo apa-apaan sih Vit. Ngeri tahu. Udah ah paling mungkin tawa dari filmnya!” ketus Arin. “gue nggak yakin, karena tawa itu selalu terdengar ketika kita berteriak, dan nggak mungkin dari film, karena tawa itu juga tidak terdengar jelas, seperi jauh jaraknya.” Sambungku. “Vita, jangan bikin suasana tambah menyeramkan karena ini sudah benar-benar menyeramkan, kau tahu!” sela  Faiz.“gue tahu.. tapi..!”. “udah donk, jangan dibahas lagi, mungkin Vita salah denger sesuatu karena terhanyut dengan cerita film nya.” Potong Sely yang sudah ketakutan.Aku melihat wajah mereka hanya dengan penyinaran dari TV. Raut wajah mereka benar-benar ketakutan, aku memutuskan untuk tidak membahasnya lagil. Aku sudah melewati masa-masa pubertasku dengan cukup tenang, aku sudah melupakan depresiku yang terdahulu. Itu semua karena kehadiarn sahabatku yang memberikan semangatku untuk melanjutkan hidup yang penuh dengan keindahan. Walau aku tahu tidak banyak keindahan yang kuterima sebanding dengan ketakutan yang selalu menyelimutiku. Namun, rasa itu perlahan-lahan menipis dan aku tetap melanjutkan hidupku dengn caraku. cara yang normal. Aku menyadari akan hal itu, kematian yang dapat kulihat adalah kematian dari sesorang yang dekat denganku, selama orang-orang didekatku tidak akan mengalami bahaya, maka aku tidak akan melihat sesuatu yang ingin tak kulihat. Umurku hampir 20 tahun, dan aku tahu apa yang akan kulakukan.“Vit, anterin gue ke toilet yuk!” ajak Arin.“kenapa nggak Sely ajah, kan dia tuan rumahnya”,“loe kan tahu sendiri kalo Sely penakut, ayolah. Kebelet banget nie. Nggak mungkin gue ajak Dani atau Faiz, ntar yang dapet malah ngintipin gue, mau yah!” bujuk Arin. Aku mengangguk kecil dan Arin langsung menarik lenganku. Kami menuju toilet, tanpa meminta bantuan Sely karena kita udah kenal dengan rumah sebesar ini,kita udah sering main disini.“gue tunggu diluar ajah. Cepetan!” kataku. Dan Arin buru-buru masuk ke toilet.Semenit  lebih Arin belum keluar. Suara-suara aneh terdengar jelas di telingaku. Aku yang mulanya memejamkan mata untuk menunggu ARin, kini membuka mata. Seperti suara orang-orang bertahlil. Setahuku semuanya masih didepan Tv dengan film horornya. Dan nggak ada orang lain lagi dirumah ini. itu kenapa Sely meminta kita untuk menginap. Aku melangkah dan mencari sumber suara itu. aku berhenti tepat di depan kamar, suara itu jelas terdengar di dalamnya. Tubuhku bergetar hebat, tanganku yang bergetar perlahan membuka pintu kamar. Sedetik kemudian kamar itu membuka.Banyak orang yang menghadiri. Posisi mereka melingkar dan ditengah terdapat sosok yang diselimuti oleh kain putih. aku kaget dan takut setengah mati ketika aku menyadari bahwa mereka  mengitari sosok mayat. Tubuhku benar-benar bergetar hebat dan bulu kuduku merinding. Aku melihat orang tua Sely juga ada diantara orang-orang, mereka menangis, ada juga orang tua Arin, Faiz dan Dani. Sosok tubuh yang terselimuti kain putih ada 4. aku mendekati meskipun aku takut, hal itu akan terjadi lagi. tapi itu selalu terjadi dikehidupanku dan sampai kapanpun akan ada dihidupku. Aku mendekati, namun kerumunan orang-orang tidak menyadari keberadaanku. Aku mengamati mereka yang tergeletak tak bernyawa, dan berharap itu bukan orang yang kukenal walaupun presentasrinya sangat kecil bahkan 0%. Tiba-tiba datang seorang yang bertubh besar, itu paman Sely. Aku hanya berdiri terdiam. Paman Sely membuka kain putih dan mengcup kening satu persatu. Dan aku melihat wajahnya. Wajah yang ku kenal. Jantungku berdetak sangat cepat seakan ingin meledak. Aku tidak percaya ini akan terjadi. Sely, Arin, Faiz dan Dani akan mati!.“aaarrrggghhh….!”“Vita, lo baik-baik saja!” suara Arin mengagetkanku. Aku menoleh padanya yang ada diambang pintu, ternyata aku ada didalam kamar. “.. ngapain lo dikamar orang tua Sely. Gue nyariin lo. Ternyata lo malah disini.”Aku menatap Arin dan kemudian menatap semua yang ada dihadapanku. Nggak ada. Hanya ranjang dan meja kamar. Ini memang kamar orang tua Sely, semua yang aku lihat tadi tiba-tiba lenyap ta berbekas.“Vita, lo baik-baik saja kan?” Tanya Arin cemas yang hanya melihatku terdiam membisu dan menatap kosong dihadapanku, dia melangkah kearahku dan kini ada disampingku. “Vita, lo bikin gue takut!”“lo akan mati!” ucapku spontan.“vita, lo bicara apa?” Arin yang mulai takut dan cemas. Sedetik kemudian. Dani, faiz dan Sely datang, mungkin karena teriakan ku yang terlalu keras.“ada apa?  Apa yang terjadi?” Tanya Dani, Faiz dan Sely bebarengan.“lo akan mati. Lo semua akan mati!” seruku. Semua terlihat binggung dan juga takut.“lo ngomong apa sih. lo mau kita semua mati. Ha!” teriak Dani sewot.aku hanya terdiam dan juga ketakutan.“vita, lo tuh kenapa sih.. aneh tahu, jangan bercanda deh!” comentar Faiz.“gue nggak bercanda, lo semua akan mati.!” Seruku yang kini menatap mereka dengan mata yang berkaca-kaca.“Vita, lo nakuti gue!” ucap Sely lirih. Wajahnya memang penuh dengan ketakutan.“mati! Bullshit!” Maki Dani yang memukul pintu dengan kepalan tangannya. Semuanya terdiam, Dani juga sedang mengendalikan emosinya. Sely dan Arin pelukan karena takut. Dan aku hanya terdiam dengan tubuh yang begetar. “ok. Sekarang kita lebih baik tidur. Jangan mikiri hal-hal yang aneh lagi. gue nggak mau denger.ngerti.  dan lo Vita, jangan omongi kematian lagi!” seru Dani yang kini menatapku dengan kemarahannya.“gimana kalo semua yang gue lihat itu bener, kalian akan mati malam ini!” teriakku. Aku tidak bisa menahan dan menyembunyikan semua ini. aku tidak mau peristiwa keluargaku terulang lagi. dimana aku sudah melihat kematian mereka, namun aku tak memberitahu mereka. “gue nggak mau itu terjadi lagi, gue nggak mau itu terulang lagi, please percaya dengan sama gue” mohonku. Namun, semuanya tidak percaya. Bahkan mendengarkan penjelasanku pun tidak. Kini mereka menuju kamar masing-masing.Aku tidak bisa tidur sedikitpun, kalau benar itu akan terjadi. Berarti malam ini semuanya akan terbunuh atau mati. Satu yang masih kufikirkan, bagaimana bisa Cuma mereka yang mati malam ini kenapa namaku juga tidak tercantum, kenapa aku juga tidak mati bersama mereka. aku menoleh pada Sely dan Arin yang sudah tertidur pulas disampingku. Lampu memang sengaja dipadamkan dan kegelapan menyelimuti kami semua.Brkk!“siapa itu?” tanyaku. Suara-suara gemuruh bersumber dari lemari kamar Sely. Aku tidak bisa melihatnya karena gelap, namun suara aneh seperti buku yang jatuh tetap terdengar dari almari itu.Tok..tok!Aku kaget dan menoleh ke pintu saat ketokan pintu juga terdengar. Aku beranjak dari tempat tidur dan perlahan mendekati pintu. Langkahku sangat tipis dan pelan. Butuh waktu dua menit untuk sampai di ambang pintu yang jaraknya hanya lima meter dari tempat tidur. “siapa?” tanyaku disela-sela ketakutan. Namun nggak ada jawaban, justru ketokan pintu tetap terdengar. Perlahan aku membuka pintu.Klek! Pintu terbuka, dan aku mengintip siapa yang ada diluar. Tapi nggak ada siapa-siapa dibalik pintu. Aku menyipitkan mata untuk melihat dari sela kegelapan karena nggak ada cahaya sedikitkpun. Namun, tetap nggak ada siapa-siapa. Tiba-tiba banyangan hitam melintas dengan cepat tapi aku masih bisa melihatnya. Jantungku berdetak  kencang. Aku membanting pinti dan menguncinya lagi dengan ketakutan dan aku berlari ke tempat tidur.Tok..tokBelum sempat menghilangkan ketakutan. Kekagetanku muncul lagi. suara pintu terdengar lagi. lebih keras dan lebih nyaring. Aku tetap nggak mau membuka pintu itu lagi, karena pasti yang aku dapati hanya kekosongan. Tubuhku masih bergetar. Dan riup-riup Arin dan Sely bangun.Tok.. tok. “Rin, Sel, Vit bangun!” seru sesorang dari balik pintu. Saat itu aku sadar bahwa yang mengedor pintu adalah Faiz dan Dani. Aku  beranjakdari tempat tidur dan cepat membuka pintu.“kita harus pergi!” seru Dani. Wajahnya kusut dan nafasnya gos-gosan.“ada apa sih” seru Arin yang sedang duduk di tempat tidur.“kita harus pergi sekarang, ada yang tidak beres di rumah ini, tadi Faiz melihat ada sesorang yang sedang mengincar rumah ini” ucap Dani. “kita harus pergi atau harus sembunyi!” lanjutnya.Sely dan Arin bangun dan beranjak dari tempat tidur menuju ambang pintu. Tapi Dani dan Faiz mendorong dan masuk ke kamar. Kemudian mengunci pintu. Sely meraih stop kontak dan sedetik kemudian lampu menyalah.“jangan!” seru Dani yang juga meraih stop kontak dan memadamkan lampu.”lebih baik gelap, agar tidak mencolok seseorang yang diluar”. Kini kamar ini dalam keadaan gelap, nggak ada cahaya sedikitpun. “sekarang apa rencana kita, kita pergi dari sini atau kita sembunyi!” sambungnya, nadanya serius jadi kami semua percaya.l“gue nggak mau pergi.. gue takut” ucap Sely lirih.“bener kata Sely, kita lebih baik disini!” Arin sepedapat.“gimana kalo orang itu membawa senjata? Gimana kalo apa yang gue lihat bener dan akan terjadi bahwa….. kita akan mati malam ini!” seruku.“Vita diam! Jangan memperburuk keadaan. Dan jangan mengungkit soal kematian lagi, lo nggak lihat! Kita semua ketakutan setengah mati” seru Dani marah. aku hanya terdiam  tidak membalas karena benar kata Dani, itu akan memperburuk keadaan. “kita kembali kerencana!” ucap Dani kemudian.“kita sembunyi dan pura-pura nggak ada disini!” komentar Arin.“gue milih lebih baik pergi dari sini!” balas Faiz.“kalo kita milih pergi dari sini berarti kita mengorbankan rumah Sely!” ucap Dani, yang secara langsung menolak usulan Faiz.“kalo jika kita disni, apa lo menjamin tidak mengorbankan rumah ini. karena kita akan sembunyi bukan?. gue sependapat sama Faiz, lebih baik kalian pergi semua dari sini. Karena jika kalian disini kemungkinan besar mereka akan menemukan kita. Biar gue yang jaga disini” selaku.“Vit, gue memang marah dengan lo. Tapi gue nggak mungkin ninggalin lo sendirian disini. Jika kita milih pergi maka kita pergi semua.” Ucap Dani.“nggak. Kalian yang pergi dari sini. Gue nggak apa-apa disini, dan kalian jangan khawatir dengan ku” ucapku.“gue tetep nggak setuju. Kalo kita milih pergi. Kita akan pergi bersama-sama.” Dani tetep ngotot.“Dan, dengerin gue. Gue Cuma nggak mau apa yang gue lihat akan terjadi. Gue tahu kalo kita semua ketakutan. Apa lo juga nggak mikir dengan gue. Gue yang lebih takut. Gue takut semua yang gue lihat tentang kematian kalian akan terjadi. Gue nggak mau itu terjadi. Lebih baik gue yang mati dari pada kalian. Kalian sahabat-sahabat gue dan gue nggak mau kehilangan kalian..” ucapku dengan air mata yang nggak bisa tertahan lagi. Dani memelukku dan disusul yang lain. “gue mau kalian pergi dari sini. Gue akan tetap disini menjaga rumah ini” ucapku. Kemudian dani melepaskan pelukannya.“gue nggak mau ninggalin lo! Nggak! Karna gue sayang sama lo” ucap Dani yang memegang tanganku.Aku tertawa lirih, dan yang lainnya juga.“gila lo Dan. Dalam kondisi gini, lo masih ajah bisa nembak cewek!” komentar Faiz dengan nada mengejek.“gue nggak mau tahu dalam kondisi apa. Gue nggak mau ngerelain cewek secantik Vita sama orang lain. Apalagi kalo seandainya bener gue akan mati secepetnya. Gue nggak mau tetap memendam perasaan ini” ucap Dani. Sekarang dia enteng mengatakan ‘mati’.“gue juga sayang sama lo Dan, dan gue juga nggak mau kehilangan lo. Gue akan tetep disini. Dan kalian pergi dari sini sebelum terlambat. Gue bisa jaga diri disini. Kalo ada sesuatu gue janji gue akan pergi dan menyelamatkan diri.”“ok kalo itu mau lo!” ucap Dani. Kini melepaskan tangannku dan membuka pintu. Disusul Faiz, Arin dan Sely dibelakangnya. Aku mengikuti mereka. kami melangkah perlahan-lahan agar tidak menibulkan suara. Beberapa menit kemudian kita sudah di teras belakang. Ada mobil disana yang memang diparkirkan Dani saat kesini. Dani, Faiz, Arin dan Sely terlihat masuk ke mobil. Aku mendekati Faiz yang ada diposisi depan nyetir.“Faiz apa yang lo lihat tadi. Apa bener lo lihat seseorang diluar?” tanyaku.“gue nggak tahu pasti. Yang gue lihat hanya banyangan hitam dan jumlah mereka juga nggak satu mungkin dua atau tiga. Itu yang gue lihat” Jawabnya dengan nada takut.“nggak satu? Ulangku. “oh.. ya udah cepat pergi sekarang.” pintahku. Butuh beberpa detik, mobil itu kini melaju dengan cepat. Dan aku juga harus melakukan tugasku disini.Aku kaget ketika melihat seseorang diambang pintu teras. Aku mendekatinya pelan. “apa yang lo lakukan disini, seharusnya lo pergi bersama mereka!” marahku.“dan membiarkan lo disini sendiri? Nggak akan pernah gue lakukan!” balas Dani. Padahal gue jelas-jelas melihat dia masuk kemobil. Dia pasti merencanakan agar gue akan berfikir demikian, dan kemudian dia turun dan tidak ikut dengan yang lain. Dani menarik lenganku dan menyuruhku masuk. kemudian dia menguncii semua pintu dan memastikan nggak akan ada yang dapat masuk.aku melihat kamar orang tua Sely masih terbuka. Kemudian aku menghampirinya. Saat tiba didepan kamar itu. aku melihatnya lagi. orang-orang yang melingar dengan membacakan tahlil dan sosok tubuh tak berdaya yang tergeletak. Namun yang aku lihat hanya 3. Hanya tiga sosok tubuh yang berbaring. Aku kaget dan menyadari satu hal. Tubuhu bergetar lagi sangking takutnya.“Vita!” panggil Dani yang jaraknya sepuluh meter dariku. Dia memang sedang mengunci kamar lain. Aku menoleh padanya. Dan kemudian menoleh lagi pada kamar orang tua Sely. Namun, nggak ada yang dapat aku lihat. Hanya kosong. Cepat-cepat aku menutup pintu dan menguncinya dari luar. Dan kemudian lari kearah Dani.“kita harus menyusul mereka!” ucapu saat sudah disamping Dani.“kenapa?” tanyanya yang binggung.“aku nggak bisa jelasin sekarang. merea dalam bahaya. Merekalah yang mati. Seharusnya aku tidak mengusulkan untuk mereka keluar dari rumah ini”seruku.Kami berlari menuju teras. Dan kemudian menuju halaman depan. Saat dijalan. Kami tidak melihat mobil yang dinaiki Faiz dan yang lain. Hari memang sudah larut mungkin jam sudah menunjukan jam 1 malam. Disemak-semak ada sesuatu yang bergerak. Dani yang melihatnya.“kita harus pergi, masuk sekarang” teriak Dani yang menarik lenganku dengan erat dan kemudian menuju teras. Aku menoleh kebelakang. Dan ternyata bayangan yang mengejar kami. Dani dengan cepat menarikku masuk ke rumah dan bayangan itu kemudian lenyap. Aku dan Dani sudah didalam rumah. Dani mengunci pintu dan aku hanya bisa terduduk lemah. Nafas kami terengah-engah.Baru kali ini apa yang aku lihat berubah. Sosok tubuh yang berbaring yang tadinya empat ini menjadi tiga, saat tanpa kusadari ternyata Dani tinggal. Ini seperti permainan fikiran. Dan aku yang memainkan fikiranku sendiri. Tetapi semua ini sudah ada dalam diriku, pasti aku bisa menghentikan semua ini.“nggak, aku pasti bisa mengalihakan fikiranku sendiri. dan maka kematian itu juga bisa dialihkan seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Saat aku tidak menyadari bahwa Dani tidak ikut dengan Faiz dan lainnya melainan tinggal disini bersamaku.”“apa yang lo bicarakan, gue nggak ngerti sama sekali?”. Aku beranjak dari dudukku tanpa memperdulikan pertanyaan Dani. Kemudian aku melangkah ke dapur. Dani mengikutiku dibelakang. Aku mengambil pisau dan memengangnya dengan erat. Dani melihatnya.“apa yang akan lo lakukan dengan pisau itu, Vita?” Tanya Dani binggung dan juga cemas.“pengalihkan perhatian kematian!” jawabku yang langsung mengoreskannya ke pergelangan. Darah mengucur hebat dari pergelangan tanganku.“lo gila, apa yang lo lakukan!” teriak Dani yang kemudian lari kearahku.“gue mati, dan kalian akan hidup semua!” ucapku. Dani memengagi tubuhku yang lemas. Dan kami terduduk.“gue nggak akan pernah membiarkan lo mati! Lebih baik gue yang mati dari pada melihat lo menderita Vita!” ucap Dani. Dan itu sedikit menghiburku. Dani melepaskan kaosnya dan kemudian membalutkan ke pergelangan tanganku. Namun itu tidak membantu banyak, darah masih keluar dari pergelangan tanganku. “Vita lo harua bertahan. Gue akan bawa lo ke rumah sakit” ucap Dani yang kemudian mengendongku. Tubuhku lemas dan terasa dinggin.Dani tetap semangat dan terus melangkah. Dia setengah berlari dihalaman Rumah. Tapi tiba-tiba kakinya terasa ditarik dan kemudian terjatuh. Aku pun terjatuh dari pelukannya. Aku berusaha membuka mataku dan tetap bertahan, tubuhku  terbaring lemas sudah banyak darah yang keluar dari tubuhku hingga berdiripun tak dapat kulakukan. Bayangan hitamlah yang menarik kaki Dani, namun dengan gesit Dani menancapkan pisau yang kugunakan untuk mengiris pergelangan tanganku kearahnya. Sedetik kemudian dia lenyyap. Dani berlari menuju kearahu dan mengendonhku lagi. dia menuju motor yang terparkir di halaman dpan milik Faiz.Awan-awan jingga mulai Nampak dilangit walau awan gelap masih mendominasi. Perkiraan jam sudah menunjukan jam 4 pagi. semalaman kami tidak tidur hanya untuk meloloskan kematian. Sudah beberapa kilometer Dani mengendarai motornya. Aku hanya bisa memeluknya pasrah karena tubuh ini tak bisa digerakan. Tiba-tiba motor yang dikendarai Dani berhenti. Di mataku remang-remang aku masih bisa melihat mobil merah milik Dani yang menabrak pohon besar. Dengan menahan kesakitan kakinya tadi mengendongku dan berjalan kearah mobil itu. Dani meletakanku disebelah mobil dan dia membuka pintu mobil. Beberapa menit kemudian Faiz, Arin, dan Sely ternbangun dari pingsannya dan kemudian keluar dari mobil. Luka-luka mereka tampak di kepala dann kaki, tetapi lebih parah luka yang sudah kusebabkan sediri di pergelangan tanganku.“oohhh… apa yang terjadi dengan Vita?” Tanya Faiz pada Dani ketika melihatku tergeletak disebelah mobil. Dani tidak menjawab langsung dia meraihku dan mengendongku.“kita harus pergi sekarang dan mengantarannya kerumah sakit” ucap dani dengan nada cemas. “gue nggak mau terjadi apa-apa dengannya!”Belum sempat semua kegagetan ini memudar. Tiba-tiba bayangan hitam mengmpiri kami. Dia mendekat dan membuat kami mundur. Dia mirip dengan pencambut nyawa dengan pisau yang sangat besar yyang dipegangnya bahkan pisau itu lebih besar dari pada tubuhnya yang hanya tertutup oleh kegelapan dan hitam, wajahnya tak terlihat entah dengan apa dia menutupi sampai-sampai tak terlihat apapun. Dia terus mendekat dan siap untuk menebas kepala kami semua dengan sekaili tebas.  Kemudian dia mendayungkan pisaunya yang besar degan tegas.“aaaarrrrrggghhhh!”Cahaya matahari pagi menyinari disela-sela kesejukannya. Tidak segan-segan menyinari kami. Dan tba-tiba bayangan hitam itu menghilang, lenyap.Aku masih tergeletak lemas di pelukan Dani. Namun, nada senang dan lega terdengar disela-sela katkutan yang kini mulai  redup. Nafasku mulai berat seakan ada yang mecekik leherku, aku sudah mulai sulit bernafas.“kita harus kerumah sakit sekarang!” seru Dani. Yang kemudian cepat masuk kemobil dan disusul semuanya. Mobil melaju dengan cepat menuju rumah sakit.Ini semua adalah permanan fikiranku. Kematian yang ku lihat selama ini adalah hal yang kufiirkan sendiri. Kami selamat dan lolos dari maut yang hampir melenyapkan impian-impian kami. namun, Kita tidak akan dapat lolos dari kematian kami. Karena kematian dan malaikan pencabut nyawa memang ada. Walaupun berlari sejauh mungkin, tetap tak akan menunda ataupun lari dari kematian.
Kematian akan menjembut kita sewaktu-waktu!